Oleh Aminuddin Siregar
Menghidupkan sukma demokrasi bukan saja diperlukan dalam konteks pemilihan umum, melainkan juga dalam semua aspek kehidupan berpolitik baik di pusat maupun di daerah, Sukma demokrasi menjadi sangat penting keberadaannya ketika ia tuntut memberi nafas bagi kehidupan politik yang kondusif, keterturan politik dan sopan santun berdemokrasi. Awalnya gerakan pendemokrasiaan ini ialah tamatnya riwayat kediktatoran dan masuknya kekuatan civil society sembari mengambil langkah demokratisasi terhadap hamper semua bidang kehidupan.
Bahwa definisi demokrasi dalam arti pemilihan umum adalah definisi pas-pasan. Padahal demokrasi dituntut kemunculannya lebih dari sekedar itu. Demokrasi sejati berarti adanya system control yang efektif oleh warganegara terhadap kebijakan pemerintah. Musyawarah yang rasional dalam percaturan politik merupakan salah satu cara menghidupkan sukma demokrasi.
Untuk menerapkan itu memerlukan semangat idealisme yang lahir kejujuran, tanggungjawab, kedisiplinan rasa keadilan dan dengan cara-cara menjalankan kebijakan itu secara terbuka dan dapat diketahui oleh public Meski demokrasi bukan satu-satunya kebijakan public yang dianggap sebagai perluasan bagi terpenuhinya kepentingan-kepentingan rakyat, adalah sangat mungkin menghidupkan sukma demokrasi sejauh system politik itu memberi ruang gerak bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya.
Ketika pemerintah dianggap tidak bersikap demokratis, saat yang bersamaan kekuatan otoritarian bermain di dalamnya. Dalam gerakan pendemokrasian, sudah tentu ujung tombak pertama ialah pemerintah baik pusat maupun daerah, sebagai sebuah sistem Negara Kesatuan Republic Indonesia. Di mana lembaga-lembaga demokrasi yang ada hingga ke unit-unit terkecil sangat perlu menerapkan cara-cara yang demokratis. Sehingga pemerintah daerah dalam menjalankan kewenangannya tidak hanya mampu melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tetapi juga dapat mengurus masyarakat.
Bahwa demokratisasi harus didukung oleh berbagai perangkat hukum, agar tercipta suasana demokratis. DPRD misalnya harus mampu menjadi pelopor gerakan pendemokrasian kehidupan politik atau melakukan demokratisasi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada di daerah.
Sehingga tidak terkesan, bahwa anggota legislatif cenderung menghambat pelaksanaan atau penyelenggaran otonomi daerah, yang salah satu contoh konkrit adalah pengebirian terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) sebagaimana pada masa awal otonomi daerah adanya penggunaan DAU secara tidak transparan. Dengan kata lain penggunaan oleh pejabat daerah, sebagai mana media mensinyalir bahwa penggunaan DAU untuk foya-foya, pejabat daerah, mulai dari kalangan eksetif hingga legislatif (Rakyat Merdeka, 30 Agustus 2002).
Tentu saja bukan dalam konteks seperti itu yang dimaksudkan demokratisasi penyelenggaraan otonomi daerah. Sebab bila hal seperti itu yang terjadi, maka sudah dapat dipartikan akan sulit bagi daerah untuk membangun daerahnya. Karena DAU tersebut antara lain adalah untuk dana pembangunan.
Jadi dengan keberadaan lembaga-lembaga demokrasi di daerah maka diharapkan kesempatan masyarakat akan lebih terbuka dan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang tidak dapat memelihara lembaga demokrasinya. Pendemokrasian harus menjadi semacam gerakan perjuangan. Hal inilah yang oleh Samuel P. Hantington disebut sebagai gelombang demokratisasi bagaimana rakyat menurunkan pemerintah otoriter dan mengkonsolidasikan rezim demokrasi.
Perkembangan demokrasi itu sendiri telah memperlihatkan suatu kemajuan yang sangat pesat. Hal ini dimungkinkan oleh kemauan politik dan komitmen terhadap pendemokrasian disegala bidang termasuk dalam berotonomi.
Menghidupkan sukma demokrasi secara kreatif tidak saja akan memperoleh keuntungan praktis, tetapi juga kemudahan-kemudahan dalam melakukan persambungan-persambungan politik dan cultural dengan anggota masyarakat. Kemudahan melakukan interaksi pemerintahan daerah dengan rakyatnya. Termasuk kemudahan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Itu sebabnya mengapa menghidupkan sukma demokrasi itu menjadi penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Demokrasi dengan demikian, membuka lebar saluran komunikasi dan memperluas ruang interaksi dan dialog antar pelaku politik dengan para pemimpin politik baik pusat maupun pada tingkat local. Begitu juga antar sesama anggota masyarakat, antar penyelenggara pemerintahan daerah dengan masyarakat dan seterusnya. Dan semakin menjadi penting ketika kita melihat otonomi yang harus dikaitkan dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat setempat dalam pelaksanaan pemerintah daerah yang otonomi. Karena itu tidak ada salahnya kalau sukma demokrasi perlu kembali dihidupkan bagi terwujudnya pemerataan antar daerah dan atau mengurangi kesenjangan antar pemerintah pusat dan daerah.
Sabtu, 23 Agustus 2008
Rabu, 20 Agustus 2008
Membangun Kedaulatan Rakyat
Oleh M. Sarwani, wartawan Bisnis Indonesia
Sumber: Bisnis Indonesia, Minggu, 03 Agustus 2008
Perjuangan Adi Sasono membela wong cilik tidak pernah surut. Lewat buku terbarunya Rakyat Bangkit Bangun Martabat, dia mengingatkan tentang perlunya perubahan sosial untuk mencapai kedaulatan rakyat.
"Kini, yang diperlukan adalah perubahan sosial. Tentu saja, tidak akan ada perubahan sosial tanpa tindakan sosial. Sementara tindakan sosial tidak akan terwujud tanpa penyadaran. Penyadaran sosial inilah yang sesungguhnya menjadi tugas besar para pemimpin dan kaum terpelajar," kata Adi Sasono dalam pengantarnya di buku tersebut.
Ajakan penulis buku tersebut mengingatkan kita akan sepak terjangnya pada masa lalu. Apa pun posisi Adi Sasono, dia ingin membangun kedaulatan rakyat melalui ekonomi kerakyatan, termasuk saat dia menjadi menteri koperasi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie.
Idenya tentang ekonomi kerakyatan sempat membuatnya mendapatkan julukan The Most Dangerous Man saat dia menjadi menteri koperasi karena mengusung isu tentang redistribusi aset untuk menyelamatkan bangsa. Label tersebut diberikan majalah Far Eastern Economic Review dalam edisi minggu pertama Desember 1998, sementara majalah The Economist dari Inggris menyebutnya Robin Hood van Java.
Menurut Adi Sasono, telah terjadi kesenjangan ekonomi antara warga keturunan yang memperoleh kekayaannya karena hubungan khusus dengan penguasa Orde Baru dan masyarakat sekitarnya.
Untuk itu, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), misalnya, dapat menolong kesenjangan ini dengan redistribusi asetnya kepada pengusaha kecil dan koperasi. Hal ini juga untuk menyelamatkan aset bangsa, jangan sampai aset tersebut dihancurkan karena gejolak sosial.
Pria yang sudah lebih dari 27 tahun menghabiskan waktunya di lembaga swadaya masyarakat ini tetap konsisten mengusung ide ekonomi kerakyatan seperti ditulisnya di halaman 64 buku tersebut. Buku ini dibagi ke dalam tiga bab. Bab 1 membahas tentang Indonesia di tengah arus globalisasi. Bab 2 membahas ekonomi kerakyatan: solusi bagi kemakmuran dan kesejahteraan. Bab 3 tentang demokratisasi politik dan peluang penerapan ekonomi kerakyatan.
Sebelum masuk pada pembahasan apa itu ekonomi kerakyatan dan tahapan apa yang harus dilalui untuk mencapainya, Adi Sasono menyadarkan pembaca akan ancaman penjajahan kembali (rekolonisasi) yang membonceng dibalik isu globalisasi.
Menurut dia, globalisasi yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari sistem dan proses pembangunan dunia internasional yang bertumpu pada strategi 'satu memantapkan semua' yang dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat internasional yang demikian heterogen (hal. 4).
Pemikiran Adi Sasono bisa dibilang sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni kapitalisme global yang mengisap negara-negara miskin. Dia berangkat dengan pemikiran teoretis dan melahirkan karya tulis dalam perspektif ekonomi politik tentang ketergantungan dan kemiskinan.
Tentu saja diharapkan buku ini tidak memberikan kesadaran sesaat kepada bangsa tetapi secara bertahap dan sistematis membangun sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan yang memiliki karakteristik tidak bergantung pada sektor moneter, mempunyai muatan lokal yang tinggi, dan menghasilkan produk ekspor. (sarwani@bisnis. co.id)
Judul :Rakyat Bangkit Bangun Bangsa , Penulis : Adi Sasono, Penerbit :Pustaka Alvabet dan Dewan Koperasi Indonesi (Dekopin), Cetakan : I, Juli 2008,
Tebal : xii + 250 halaman, Pustaka Alvabet, Ciputat Mas Plaza Blok B/AD
Jl. Ir. H. Juanda No. 5A, Ciputat, Jakarta Selatan Indonesia 15411
Telp. +62 21 7494032, Fax. +62 21 74704875, www.alvabet. co.id
Sumber: Bisnis Indonesia, Minggu, 03 Agustus 2008
Perjuangan Adi Sasono membela wong cilik tidak pernah surut. Lewat buku terbarunya Rakyat Bangkit Bangun Martabat, dia mengingatkan tentang perlunya perubahan sosial untuk mencapai kedaulatan rakyat.
"Kini, yang diperlukan adalah perubahan sosial. Tentu saja, tidak akan ada perubahan sosial tanpa tindakan sosial. Sementara tindakan sosial tidak akan terwujud tanpa penyadaran. Penyadaran sosial inilah yang sesungguhnya menjadi tugas besar para pemimpin dan kaum terpelajar," kata Adi Sasono dalam pengantarnya di buku tersebut.
Ajakan penulis buku tersebut mengingatkan kita akan sepak terjangnya pada masa lalu. Apa pun posisi Adi Sasono, dia ingin membangun kedaulatan rakyat melalui ekonomi kerakyatan, termasuk saat dia menjadi menteri koperasi pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie.
Idenya tentang ekonomi kerakyatan sempat membuatnya mendapatkan julukan The Most Dangerous Man saat dia menjadi menteri koperasi karena mengusung isu tentang redistribusi aset untuk menyelamatkan bangsa. Label tersebut diberikan majalah Far Eastern Economic Review dalam edisi minggu pertama Desember 1998, sementara majalah The Economist dari Inggris menyebutnya Robin Hood van Java.
Menurut Adi Sasono, telah terjadi kesenjangan ekonomi antara warga keturunan yang memperoleh kekayaannya karena hubungan khusus dengan penguasa Orde Baru dan masyarakat sekitarnya.
Untuk itu, industri tekstil dan produk tekstil (TPT), misalnya, dapat menolong kesenjangan ini dengan redistribusi asetnya kepada pengusaha kecil dan koperasi. Hal ini juga untuk menyelamatkan aset bangsa, jangan sampai aset tersebut dihancurkan karena gejolak sosial.
Pria yang sudah lebih dari 27 tahun menghabiskan waktunya di lembaga swadaya masyarakat ini tetap konsisten mengusung ide ekonomi kerakyatan seperti ditulisnya di halaman 64 buku tersebut. Buku ini dibagi ke dalam tiga bab. Bab 1 membahas tentang Indonesia di tengah arus globalisasi. Bab 2 membahas ekonomi kerakyatan: solusi bagi kemakmuran dan kesejahteraan. Bab 3 tentang demokratisasi politik dan peluang penerapan ekonomi kerakyatan.
Sebelum masuk pada pembahasan apa itu ekonomi kerakyatan dan tahapan apa yang harus dilalui untuk mencapainya, Adi Sasono menyadarkan pembaca akan ancaman penjajahan kembali (rekolonisasi) yang membonceng dibalik isu globalisasi.
Menurut dia, globalisasi yang mengemuka dewasa ini merupakan hasil dari sistem dan proses pembangunan dunia internasional yang bertumpu pada strategi 'satu memantapkan semua' yang dijalankan kaum kapitalis dalam masyarakat internasional yang demikian heterogen (hal. 4).
Pemikiran Adi Sasono bisa dibilang sebagai bentuk perlawanan terhadap hegemoni kapitalisme global yang mengisap negara-negara miskin. Dia berangkat dengan pemikiran teoretis dan melahirkan karya tulis dalam perspektif ekonomi politik tentang ketergantungan dan kemiskinan.
Tentu saja diharapkan buku ini tidak memberikan kesadaran sesaat kepada bangsa tetapi secara bertahap dan sistematis membangun sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan yang memiliki karakteristik tidak bergantung pada sektor moneter, mempunyai muatan lokal yang tinggi, dan menghasilkan produk ekspor. (sarwani@bisnis. co.id)
Judul :Rakyat Bangkit Bangun Bangsa , Penulis : Adi Sasono, Penerbit :Pustaka Alvabet dan Dewan Koperasi Indonesi (Dekopin), Cetakan : I, Juli 2008,
Tebal : xii + 250 halaman, Pustaka Alvabet, Ciputat Mas Plaza Blok B/AD
Jl. Ir. H. Juanda No. 5A, Ciputat, Jakarta Selatan Indonesia 15411
Telp. +62 21 7494032, Fax. +62 21 74704875, www.alvabet. co.id
"Twilight" moves into "Potter's" old date

Sumber : Yahoo! News Alert
Photo: Reuters
Click to enlarge
LOS ANGELES (Hollywood Reporter) - The highly anticipated adaptation of the Stephenie Meyer teen vampire romance novel "Twilight" has been moved from its December 12 release date to November 21, the date just vacated by Warner Bros.' "Harry Potter and the Half-Blood Prince."
Directed by Catherine Hardwicke, the Summit Entertainment film stars Kristen Stewart ("Into the Wild") and Robert Pattinson, who played Cedric Diggory in two "Harry Potter" films.
"When Warner Bros. decided to move 'Harry Potter and the Half-Blood Prince' to the summer of 2009, we saw a unique opportunity to slot in our film, which has been gaining tremendous awareness and momentum over the past several months," Summit's Rob Friedman said.
Striking a respectful tone, Friedman added, "We by no means are trying to fill the shoes of the incredible Potter franchise for 2008. Rather, we are just looking to bring the fans of Stephenie Meyer's incredible book series the film as soon possible."
Mao's successor Hua Guofeng passes away

Sumber : Yahoo! Asia News
Photo: AFP
BEIJING (AFP) - Hua Guofeng, who succeeded Mao Zedong as chairman of China's ruling Communist Party, has died at the age of 87 in Beijing, state media reported on Wednesday.
Hua died of an illness in China's capital at 12:50 Wednesday afternoon, the official Xinhua news agency said, without saying what the illness was.
The news was also announced on China's central television news channel, but gave no more details about the cause of his death.
Hua, one of the last of the revolutionary old guard, spent a brief period at the helm of the Communist Party after Mao's death in 1976, before being eased out of power a few years later by Deng Xiaoping who introduced reforms that opened up China's economy.
Hua had risen rapidly through the ranks under Mao's reign, from an obscure cadre in central Hunan province to party chief after Mao's death, based on the Great Helmsman's simple remark, "With you in charge, I am at ease."
At one time, Hua was head of the party, the government and the armed forces, having courted the faction led by Deng in order to eject the notorious "Gang of Four" that included Mao's widow Jiang Qing.
But Deng ousted Hua, who was determined to continue the Maoist line, and replaced him with younger men more attuned to his own ideas of economic reforms in top party and government posts.
In 1980, he was replaced as premier by Zhao Ziyang, and by Hu Yaobang as party chairman in 1981 -- two of Deng's proteges who were dedicated to economic reform.
At the 12th party congress in 1982, Hua's political fall culminated in him losing his politburo seat, but he remained as one of the members of the central committee.
From that time, he stayed away from the public eye and it was not known what he thought of the changes that shook China in the decades that followed
Sabtu, 09 Agustus 2008
Indonesia Merdeka Karena Amerika?
Oleh Penerbit Serambi
Berdasarkan penelitian atas catatan diplomatik Amerika Serika,Indonesia, Belanda, dan Australia, juga arsip PBB, Gouda dan Brocades Zaalberg menelaah perubahan pandangan Amerika Serikat terhadap Indonesia dari 1920-an hingga 1949. Analisis sejarah baru oleh kedua penulis tersebut memberi kesan bahwa kalangan diplomatik Amerika bukan "tak tahu-menahu" keadaan di Indonesia sebagaimana diduga banyak
pihak, baik sebelum maupun sesudah Perang Dunia II.
Hingga belum lama ini, sebuah mitos tak terhapus muncul bahwa begitu Perang Dunia II berakhir, pemerintah Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Presiden Hary Truman segera menyatakan dukungan politiknya terhadap Republik Indonesia yang baru berdiri. Mitos yang sama terus dipercaya di Belanda dimana banyak orang Belanda masih
berpikir bahwa bantuan Amerika Serikat terhadap Republik Indonesia,
yang bermula pada 1945-1946, berperan besar atas kemerdekaan prematur
dan menyakitkan Hindia Belanda.
Dengan demikian, terlepas dari perjuangan gigih rakyat Indonesia di medan tempur dan keuletan para diplomat kita di meja perundingan, politik luar negeri AS punya andil yang tak kecil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ditulis dengan lancar serta dilengkapi referensi langka dan detail personal sejumlah tokoh sejarah, buku penting ini mengungkap fakta tentang perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia dan pengaruhnya dalam percaturan dalam percaturan polotik internasional, terutama di masa genting revolusi kemerdekaan Indonesia.
Judul:Indonesia Merdeka Karena Amerika?,Pengarang:Frances Gouda, Halaman : 487/HVS
ISBN : 978-979-1275-96-5 Untuk informasi lebih lanjut klik www.serambi.co.id
Berdasarkan penelitian atas catatan diplomatik Amerika Serika,Indonesia, Belanda, dan Australia, juga arsip PBB, Gouda dan Brocades Zaalberg menelaah perubahan pandangan Amerika Serikat terhadap Indonesia dari 1920-an hingga 1949. Analisis sejarah baru oleh kedua penulis tersebut memberi kesan bahwa kalangan diplomatik Amerika bukan "tak tahu-menahu" keadaan di Indonesia sebagaimana diduga banyak
pihak, baik sebelum maupun sesudah Perang Dunia II.
Hingga belum lama ini, sebuah mitos tak terhapus muncul bahwa begitu Perang Dunia II berakhir, pemerintah Amerika Serikat pada masa kepemimpinan Presiden Hary Truman segera menyatakan dukungan politiknya terhadap Republik Indonesia yang baru berdiri. Mitos yang sama terus dipercaya di Belanda dimana banyak orang Belanda masih
berpikir bahwa bantuan Amerika Serikat terhadap Republik Indonesia,
yang bermula pada 1945-1946, berperan besar atas kemerdekaan prematur
dan menyakitkan Hindia Belanda.
Dengan demikian, terlepas dari perjuangan gigih rakyat Indonesia di medan tempur dan keuletan para diplomat kita di meja perundingan, politik luar negeri AS punya andil yang tak kecil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ditulis dengan lancar serta dilengkapi referensi langka dan detail personal sejumlah tokoh sejarah, buku penting ini mengungkap fakta tentang perubahan kebijakan luar negeri AS terhadap Indonesia dan pengaruhnya dalam percaturan dalam percaturan polotik internasional, terutama di masa genting revolusi kemerdekaan Indonesia.
Judul:Indonesia Merdeka Karena Amerika?,Pengarang:Frances Gouda, Halaman : 487/HVS
ISBN : 978-979-1275-96-5 Untuk informasi lebih lanjut klik www.serambi.co.id
Kamis, 07 Agustus 2008
PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
Oleh Aminuddin Siregar
Agribisnis nampaknya tidak cuma sekedar isapan jempol, apabila ditemukan modus baru pengembangan agribisnis ini, dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Akan tetapi problem yang seringkali muncul kepermukaan, justru bukan masalah pengembangan, melainkan seberapa efektif manajemen agribisnis ini telah dilakukan. Sehingga persoalan yang menyangkut daya dukung ekonomi daerah yang berbasis kerakyatan menjadi prioritas..
Itu sebabnya, mengapa perlu dicari modus baru pengembangan agribisnis ini. Di mana agribisnis benar-benar dapat menjadi satu kekuatan bagi daerah dalam menjalankan roda pemerintahan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Barulah kemudian makna otonomi daerah, yang berbasis kerakyatan dapat digiring ke arah terciptanya demokratisasi ekonomi. Meskipun demokrasi dianggap tidak selalu bisa memberantas kemiskinan.
Pusat krisis yang dibentuk pemerintah tempo hari itu, nampaknya bertujuan untuk membantu dan mendukung pelaku bisnis dan perdagangan dalam meningkatkan usaha mereka. Bukan saja di tingkat nasional dan regional melainkan juga pada tingkat global. Sebab menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan, yang ketika itu dijabat oleh Rini MS. Soewandi, usaha pengembangan itu difokuskan pada tiga bidang industri, yakni industri tekstil, produk tekstil, dan industri alas kaki, serta industri elektronik.
Dengan dibentuknya pusat krisis industri dan perdagangan ini, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja. Sekurangnya dapat mengurangi angka pengangguran yang cenderung meningkat dari hari-kehari. Harapan ini tidak saja untuk memperkuat kembali perekonomian regional tetapi juga dapat mendongkrak laju perekonomian daerah secara lokal, dengan berbasiskan ekonomi kerakyatan.
Sejalan dengan itu Manajemen Pengembangan Agribisnis Berwawasan Lingkungan sangat diperlukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Sebab pengembangan agribisnis juga akan dapat dijadikan sebagai kekuatan daya saing disektor perdagangan. Untuk mewujudkan hal Ini, tentu saja diperlukan kesepakatan bersama, konsensus, dan terlebih lagi sangat diperlukan ialah komitmen terhadap pengembangan agribisnis sebagaimana diharapkan.
Persoalannya, apakah pencarian modus baru pengembangan agribisnis ini bisa disepakati, apabila penegakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan benar justru dianggap sebagai hambatan? Padahal semua warga masyarakat mesti mengetahui apa yang menjadi kebijakan pemerintah dan secara transparan aspirasi mereka yang disuarakan oleh wakil mereka sepenuhnya didasarkan pada kesesuaian dengan kebutuhan mereka.
Penulis Staf Pengajar pada Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas Forum Diskusi Komunitas Klub Haus Buku.
Agribisnis nampaknya tidak cuma sekedar isapan jempol, apabila ditemukan modus baru pengembangan agribisnis ini, dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan. Akan tetapi problem yang seringkali muncul kepermukaan, justru bukan masalah pengembangan, melainkan seberapa efektif manajemen agribisnis ini telah dilakukan. Sehingga persoalan yang menyangkut daya dukung ekonomi daerah yang berbasis kerakyatan menjadi prioritas..
Itu sebabnya, mengapa perlu dicari modus baru pengembangan agribisnis ini. Di mana agribisnis benar-benar dapat menjadi satu kekuatan bagi daerah dalam menjalankan roda pemerintahan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Barulah kemudian makna otonomi daerah, yang berbasis kerakyatan dapat digiring ke arah terciptanya demokratisasi ekonomi. Meskipun demokrasi dianggap tidak selalu bisa memberantas kemiskinan.
Pusat krisis yang dibentuk pemerintah tempo hari itu, nampaknya bertujuan untuk membantu dan mendukung pelaku bisnis dan perdagangan dalam meningkatkan usaha mereka. Bukan saja di tingkat nasional dan regional melainkan juga pada tingkat global. Sebab menurut Menteri Perindustrian dan Perdagangan, yang ketika itu dijabat oleh Rini MS. Soewandi, usaha pengembangan itu difokuskan pada tiga bidang industri, yakni industri tekstil, produk tekstil, dan industri alas kaki, serta industri elektronik.
Dengan dibentuknya pusat krisis industri dan perdagangan ini, diharapkan dapat menyerap tenaga kerja. Sekurangnya dapat mengurangi angka pengangguran yang cenderung meningkat dari hari-kehari. Harapan ini tidak saja untuk memperkuat kembali perekonomian regional tetapi juga dapat mendongkrak laju perekonomian daerah secara lokal, dengan berbasiskan ekonomi kerakyatan.
Sejalan dengan itu Manajemen Pengembangan Agribisnis Berwawasan Lingkungan sangat diperlukan oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Sebab pengembangan agribisnis juga akan dapat dijadikan sebagai kekuatan daya saing disektor perdagangan. Untuk mewujudkan hal Ini, tentu saja diperlukan kesepakatan bersama, konsensus, dan terlebih lagi sangat diperlukan ialah komitmen terhadap pengembangan agribisnis sebagaimana diharapkan.
Persoalannya, apakah pencarian modus baru pengembangan agribisnis ini bisa disepakati, apabila penegakan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan benar justru dianggap sebagai hambatan? Padahal semua warga masyarakat mesti mengetahui apa yang menjadi kebijakan pemerintah dan secara transparan aspirasi mereka yang disuarakan oleh wakil mereka sepenuhnya didasarkan pada kesesuaian dengan kebutuhan mereka.
Penulis Staf Pengajar pada Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas Forum Diskusi Komunitas Klub Haus Buku.
Senin, 04 Agustus 2008
MENYAMBUT KENDURI DEMOKRASI 2009
Oleh Aminuddin Siregar
Kini demokrasi diyakini sebagai cara terbaik dalam melakukan berbagai persambungan sosial-politik. Baik dalam konteks persambungan pemerintah dengan masyarakat, maupun dalam konteks Negara-bangsa. Persmbungan-persambungan kultural, politik, dan persambungan-persambungan sosial kemasyarakatan lainnya.
Silaturrahmi politik, suka tidak suka, mau tidak mau dilihat sebagai kegiatan dari bentuk kepentingan semata dari apa yang menjadi hasil dari sebuah pesta demokrasi. Ketika pemerintah mulai mempertaruhkan segala potensinya untuk membangun kesejahteraan rakyat. Partai politik muncul berduyun-duyun.
Kenduri demokrasi 2009, memang harus disambut semeriah mungkin bukan saja karena pesta seperti itu harus terjadi, melainkan karena kenduri itu merupakan momentum mengatur kembali bagaimana strategi mengurus rakyat yang baik dan benar Termasuk mengatur kembali fungsi-fungsi pemerintahan mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. Dalam kaitan ini mesti muncul kepedulian terhadap nasib rakyat, yang pasti membutuhkan komitmen dan integritas. Bukan saja oleh pemerintah melainkan juga oleh institusi politik yang ada.
Keduri demokrasi selalu mendapat perhatian banyak orang. Tidak saja oleh kalangan politisi, birokrasi, kaum profesional, tokoh masyarakat dan organisasi politik, serta kelompok kepentingan lainnya. Tetapi juga oleh hampir seluruh lapisan masyarakat politik. Perhatian itu wajar, terutama menjelang kenduri demokrasi yang tinggal beberapa bulan lagi.
Karena itu, harus berani jujur untuk menyelamatkan kenduri demokrasi terhadap munculnya distorsi terhadap jalannya proses politik. Terutama yang menyangkut pengadaan dan pendistribusian kelengkapan kenduri. Khususnya menyangkut proses penghitungan kertas suara. Itu sebabnya, kenduri demokrasi ini dilihat sebagai momen penting membangun kembali semua elemen masyarakat politik untuk berani jujur dan peduli terhadap sesama komunitas politik meski beda satu sama lain.
Penulis Staf Pengajar Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas forum diskusi Komunitas Klub Haus Buku.
Kini demokrasi diyakini sebagai cara terbaik dalam melakukan berbagai persambungan sosial-politik. Baik dalam konteks persambungan pemerintah dengan masyarakat, maupun dalam konteks Negara-bangsa. Persmbungan-persambungan kultural, politik, dan persambungan-persambungan sosial kemasyarakatan lainnya.
Silaturrahmi politik, suka tidak suka, mau tidak mau dilihat sebagai kegiatan dari bentuk kepentingan semata dari apa yang menjadi hasil dari sebuah pesta demokrasi. Ketika pemerintah mulai mempertaruhkan segala potensinya untuk membangun kesejahteraan rakyat. Partai politik muncul berduyun-duyun.
Kenduri demokrasi 2009, memang harus disambut semeriah mungkin bukan saja karena pesta seperti itu harus terjadi, melainkan karena kenduri itu merupakan momentum mengatur kembali bagaimana strategi mengurus rakyat yang baik dan benar Termasuk mengatur kembali fungsi-fungsi pemerintahan mulai dari pemerintah desa hingga pemerintah pusat. Dalam kaitan ini mesti muncul kepedulian terhadap nasib rakyat, yang pasti membutuhkan komitmen dan integritas. Bukan saja oleh pemerintah melainkan juga oleh institusi politik yang ada.
Keduri demokrasi selalu mendapat perhatian banyak orang. Tidak saja oleh kalangan politisi, birokrasi, kaum profesional, tokoh masyarakat dan organisasi politik, serta kelompok kepentingan lainnya. Tetapi juga oleh hampir seluruh lapisan masyarakat politik. Perhatian itu wajar, terutama menjelang kenduri demokrasi yang tinggal beberapa bulan lagi.
Karena itu, harus berani jujur untuk menyelamatkan kenduri demokrasi terhadap munculnya distorsi terhadap jalannya proses politik. Terutama yang menyangkut pengadaan dan pendistribusian kelengkapan kenduri. Khususnya menyangkut proses penghitungan kertas suara. Itu sebabnya, kenduri demokrasi ini dilihat sebagai momen penting membangun kembali semua elemen masyarakat politik untuk berani jujur dan peduli terhadap sesama komunitas politik meski beda satu sama lain.
Penulis Staf Pengajar Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi. Penggagas forum diskusi Komunitas Klub Haus Buku.
Million-selling opening for vampire series finale
Monday August 4, 9:12 PM
Harry Potter is still king, but the final book of Stephenie Meyer's "Twilight" series did manage a million-selling debut.
"Breaking Dawn," the fourth of Meyer's sensational teen vampire series, sold 1.3 million copies in the first 24 hours after its midnight, Aug. 2 release. Publisher Little, Brown Books for Young Readers announced Monday that it has gone back for 500,000 more copies, making the total print run 3.7 million.
The numbers for "Breaking Dawn" are comparable to the openings of a pair of famous memoirs: former President Clinton's "My Life" and Sen. Hillary Rodham Clinton's "Living History." But they don't approach the unveiling of "Harry Potter and the Deathly Hallows." The seventh and final volume of J.K. Rowling's fantasy series sold 8.3 million copies in its first 24 hours in the United States alone.
Harry Potter is still king, but the final book of Stephenie Meyer's "Twilight" series did manage a million-selling debut.
"Breaking Dawn," the fourth of Meyer's sensational teen vampire series, sold 1.3 million copies in the first 24 hours after its midnight, Aug. 2 release. Publisher Little, Brown Books for Young Readers announced Monday that it has gone back for 500,000 more copies, making the total print run 3.7 million.
The numbers for "Breaking Dawn" are comparable to the openings of a pair of famous memoirs: former President Clinton's "My Life" and Sen. Hillary Rodham Clinton's "Living History." But they don't approach the unveiling of "Harry Potter and the Deathly Hallows." The seventh and final volume of J.K. Rowling's fantasy series sold 8.3 million copies in its first 24 hours in the United States alone.
Langganan:
Postingan (Atom)
Link
- http://www.google.com
- http://www.google.com/AdSensi
- http://www.SelfMotivationTecniques.Blogspot.com
- http://www.CreateYourOwnDestiny.com
- http://www.MadeForSuccess.com
- http://www.QuestForYiurBest.com
- http://www.Unstoppable.net
- http://www.BuildingChampions.com
- http://www.SeattleBook.com
- http://www.Autorespond-it.com
- http://www.sendfree.com
- http://www.BookHungerGroups.com
- http://www.serambi.co.id
- http://www.ufukpress.com
- http://www.mizan.com
- http://www.gramedia.com
- http://www.obor.or.id
- http://www.cakrawalasuryaco.id
- http://www.erlangga.co.id
- http://www.briantracy.com
- http://www.kompas.com
- http://www.ezinearticles.com
- http://www.GoArticles.com
- http://www.ArticleCity.com
- http://www.IdeaMarketers.com
- http://www.ArticleDepot.co.uk
- http://www.valuableContent.com